About Us

The Campus Ministry:- Where young lives are changed and spiritual leaders are born.

Monday, 23 March 2009

Hope

Dear Campus,

Just read a note made by an Indonesian sister, Wulan, who is a diplomat in Frankfurt. She represented the Indonesian Embassy there n has been living in lots of countries before. She is also a strong disciple and her aunt just got baptisted in Indonesia. Think it's just interesting to see a part of her life journey to learn that our situation now is not so bad compared to the old days, and when we fight we'll get through. (provide the original text for the Indonesians :P).

Berapa dari kita, karena situasi dan realita hidup yang menekan kemudian menjadikan kita orang yang sarkastik, pesimis, penuh kemarahan, penyesalan, sakit hati, dan akhirnya menjadi kehilangan harapan? Dan itulah yang terjadi ketika jiwa kehilangan harapan. Itulah kematian jiwa sebenarnya yang menjadikan hidup kita secara fisik juga semakin menderita.

Today, I am reminded of how important to keep on hoping, despite of circumstances looks like or seems to be.

Kadang aku mendengar beberapa teman membanggakan siapa teman-teman mereka waktu sekolah atau darimana mereka sekolah atau keluarga mereka siapa….. Aku? Ketika aku pulang ke Solo beberapa tahun lalu setelah cukup lama merantau di jakarta, ibuku dengan bangga bercerita telah bertemu teman SDku yang bernama Sukinem, di pasar induk, sedang berjualan tempeh dan beranak tiga. Ehemm… Sekarang itu menjawab bukan, kenapa tak satupun teman SD dan SMPku di Solo dapat kutemukan di Facebook. Mungkin seperti Sukinem, teman-temanku entah hidup sebagai buruh di pasar, atau jualan martabak di Pasar jongke, jangankan berharap ber facebook.

Aku masih ingat masa-masa remajaku dengan keadaan ekonomi yang sulit dna menekan. Kalau dikalkulasi dengan realita sekelilingku, aku seharusnya tidak berada dalam posisiku sekarang ini.
Lalu apa yang membuat keadaanku dan Sukinem berbeda? Harapan.

Ayahku memiliki kelebihan dalam menanamkan Harapan ke masing-masing dari anaknya dengan caranya sendiri. Aku ingat ayahku ingin setiap anaknya bisa berbahasa inggris. Padahal ayahku, yang sekolah SDpun tidak lulus tapi hobi nonton film-film barat Ketika ia tidak mampu membeli kamus bahasa Inggris, karena tak berpenghasilan (ayahku menganggur sejak bangkrut toko bukunya di Widuran sewaktu banjir besar terjadi di solo pada tahun 60an), maka ia mengambil kamus dari perpustakaan kotamadya dan mencatat semua kata-kata dalam bahasa inggris untuk dilatih menghapalkan ke delapan anak2nya...setiap hari, agar tidak berakhir seperti dia.

Harapan pula yang menyebabkan --- walaupun kondisi sekelilingku menyuruhku untuk berhenti berpengharapan ---- setelah kuliah S1ku kelar aku berupaya meminta rekomendasi untuk dapat mengambil kuliah lagi sastra atau untuk aplikasi beasiswa S2 di Jakarta atau di Inggris, tetapi ditolak mentah-mentah oleh salah satu dosenku di FKIP, Universitas Sebelas Maret. Aku ingat cemoohannya, bahwa aku seharusnya melihat realita dan tidak banyak bermimpi. Salah satu temanku SDpun yang aku ajak curhat, malahan juga mencemooh dan mengatakan bahwa aku tidak usah berharap terlalu tinggi sebagai perempuan, dan mengingatkan aku untuk tetap tinggal di Solo, dan mengajar di salah satu sekolah SMA atau SMP saja. Itu lebih realistis dengan keadaan ekonomi keluargaku, daripada bermimpi untuk sekolah lagi.

Cemoohan itu memang menyakitkan dan datang silih berganti, tetapi tidak membuat harapan yang ada dalam hatiku lumpuh. Aku terus maju, bersama harapan yang aku miliki, mencari dosen lain yang mau memberikan rekomendasi untuk kuliahku dan terus mencoba mengirim aplikasi beasiswa S2 yang diumumkan di koran termasuk ke Leeds University, Inggris dan juga aplikasi kuliah S2 di Universitas Jakarta. Keduanya memang aku tidak berhasil diterima, tetapi, akhirnya aku memperoleh pekerjaan dan beasiswa kuliah S2 di Universitas Indonesia dan selesai pada tahun 2001.
Kenapa aku ceritakan ini? Realita sekeliling kita kadang-kadang tidak selalu mendukung harapan kita. Dalam sharingku diatas, aku memiliki keinginan baik untuk sekolah lagi, tetapi belum tentu sekelilingku menyetujuinya, bahkan memberi restupun tidak , yang ibaratnya gratis. What is the loss anyway? Apakah upaya-upaya yang kulakukan langsung berhasil? Tidak juga. 

Bagi banyak orang, apabila kegagalan, dan kegagalan terus yang didapatkan, sangat mudah tergoda untuk menyerah, kapok dan berhenti. Dan kegagalan-kegagalan itu mungkin terjadi dalam studi, karir, hubungan, kerohanian dst,. Menyerah adalah pilihan yang mudah dan banyak dipilih orang.
Namun, aku memilih tidak menyerah sebagai jawabannya. Walaupun harga yang dibayar tidak murah dan tidak gampang. Perlu kemauan dan tekad untuk merubah diri juga agar sesuai harapan. Harapan membuat hidup menjadi hidup karena tidak menyerah pada realita.

Aku terinspirasi beberapa pengalaman orang-orang yang terus berpengharapan dan termuat dalam Alkitab;
1. Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan pujian pada Allah di dalam penjara, dengan kaki dibelenggu. Keadaan yang menyakitkan, sulit diterima pikiran untuk tetap bersukacita, kecuali mereka memiliki harapan pada Allah. (Kisah para Rasul 16: 25)
2. Daniel dan 2 temannya (Sadrach, Mesakh dan Abednego) dibakar dalam tungku pemanas oleh Raja Nebukadnezzar sebagai hukuman karena percaya pada Allah dan tidak menyembah dewa, tetapi tetap terus percaya dan berpengharapan pada Allah (Daniel 3: 14-18)
3. Jusuf yang dibuang dan dijual saudara-saudaranya sebagai budak, dikhianati, dilupakan, dianggap mati oleh ayahnya dan dipenjara, tetapi tetap setia dnengan baik dalam pekerjaan-pekerjaannya selama masa penjara itu karena pengharapan pada Allah ( Kejadian 37-41)

My point is harapan itu penting dan harus tetap ada dalam setiap jiwa, karena hidup tanpa harapan, adalah kematian. Mungkin saat ini, kita terjebak dalam keadaan seperti orang lumpuh di tepi kolam Bethesda, tetapi attitude jiwa kita jangan pernah lumpuh…karena bila waktunya tiba, harapan itu menjadi kenyataan…Keep hopeful..and have a cheerful heart. Have a Great Sunday….

Renunganku , Frankfurt, 22 April 2009

How many of us, because of depressing life situations and realities, becoming a sarcastic, pesimistic, full of anger, regret, heart ache ,and finally lose hope? That is what happened when our soul lose hope. That is the real death of soul that makes our lives suffer more.

Today, I am reminded of how important to keep on hoping, despite of circumstances looks like or seems to be.

Sometimes I hear how some of my friends boast about who their schoolmates were or where they went to school or who are their relatives. Me...? When I went back to Solo (a city in Central Java, Indonesia) a few years back after I stayed so long in Jakarta, my mom proudly said that she met my primary school friend Sukinem, in the traditional market, selling tempe (soya bean product like tofu) and have 3 kids. Well... that answers why, none of my primary or sec school friends can't be found in facebook. Maybe like Sukinem, my friends live either as a rough worker in the traditional market, selling traditional pancakes in Jongke Market, don't expect them to even know what facebook is.

I still remembered my teenage years at depressing economy time. If you see the reality around me, I am not supposed to be where I am now.
So what makes my condition and Sukinem's different? Hope.

My dad has the ability of planting hope to each of his children in his own way. I recalled how my dad wants each of his kids to speak English. He didn't even pass primary school education but love to watch english movies. When he couldn't buy english dictionary, coz he didn't have any income (my dad was jobless since his bookshop was bankrupt during the big flood in Solo at the 60's), he borrowed a dictionary from the regional library and wrote all the english words to train his 8 kids memorized all of them... everyday, so we wouldn't end up like him.

Hope also that caused - though the situation told me to quit hoping - after I got my degree, I tried to get recommendation so I could further my study in literature, applied for scholarship in Jakarta or England, but obtain full rejection in my face by one of my prof in my uni in Solo. I remembered his mocking, to see the reality and not to daydream. I told my primary school friend about it, and he/she also mocked me and said I shouldn't have too high hope as a girl, and reminded me to stay in Solo, and just teach in one of the high school or sec school. It's more realistic for my family's economic condition, compared to having a dream for gradschool.

Discouragement was painful and it always came all the time, but it didn't
 paralyze the hope in my heart. I kept moving forward, with the faith I had, looking for another prof that was willing to give me recommendation and kept applying any master degree scholarship in newspaper, including to Leeds Uni, England and also Uni of Jakarta. I didn't get accepted at both, but finally I got a job and a scholarship for master degree in Uni of Indonesia and finished my master in 2001. 

Why I told you about all this? The reality in our surrounding sometimes doesn't support our hope. In my sharing above, I wanted to further my study, but no one helped me or even gave me encouragement, though giving encouragement was effortless. Did all my efforts successful? Not really.

For most people, when you fail, and you keep on failing, it's tempting to give up and stop. Those failures may happened in your study, career, relationship, spirituality, etc. Giving up is an easy choice a lot of people take. But I choose to not give up thought the price is not cheap and not easy. It takes strong will to change yourself to be what you hope to be. Hope makes you alive coz you don't give up to reality.

I am inspired by some people in the Bible who kept their hope high:
1. Paul and Silas prayed and praised God in the prison, with chained legs. It's painful, and it's not rational to keep being joyful, except if they had hope in God (Acts 16:25)
2. Shadrach, Meshach, and Abednego burnt alive in fiery furnace by King Nebuchadnezzar as a punishment for believing in God and not praising idol, but kept to have faith and hope in God (Dan 3:14-18)
3. Joseph, abandoned and sold by his brothers as a slave, betrayed, forgotten and considered die by his dad and prisoned, but kept being faithful with good deeds during his prison times because of his hope in God (Gen 37-41)

My point is it's important to have hope in our soul, because life without hope is death. Maybe right now, we're stuck like the disabled in the pool of Bethesda, but never let our soul paralyzed.. cause when the right time has come, hope will become reality.. Keep your hope ..and have a cheerful heart. Have a great Sunday..